
Jagung merupakan komoditas pangan penting di Tanah Air. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perjangungan di Indonesia seperti musim tanam, rantai pasar, serta harga.
Asisten Deputi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Muhammad Syaifulloh berkata bahwa penanaman jagung di Indonesia sangat memperhatikan musim. Kebanyakan petani menanam jagung saat musim hujan. Hal ini menjadi masalah klasik yang terjadi setiap tahunnya. Apalagi rantai pasar jagung juga masih panjang, bahkan harga jagung di pasar lebih banyak ditentukan oleh para pedagang pengumpul sehingga memicu kenaikan harga yang biasanya memukul industri peternakan dalam negeri.
Padahal menurut Syaifulloh, kebutuhan jagung relatif sama, sehingga harga akan turun ketika pasokan berlebih, dan harga akan naik ketika pasokan berkurang. Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan fakta-fakta menarik soal ketersediaan jagung dalam negeri pada periode April – Mei 2021 dibawah ini :
- Harga Jagung Yang Stabil Sangat Penting
Mengacu pada kondisi perbisnisan, harga jagung yang stabil sangat penting sehingga dapat memudahkan dalam membuat Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP). Syaifulloh menjelaskan pada prognosa kersediaan serta kebutuhan jagung pipilan kering periode Januari hingga Mei 2021, terutama pada bulan April hingga Mei telah ada peringatan terkait stok produksi jagung pipilan kering.
Pasalnya, produk jagung pipilan pada bulan April akan minus 265.349 ton, sementara di bulan Mei minus 2.896 ton. Karena itu diperlukan usaha yang luar biasa khususnya pada daerah sentra jagung.
- Harga Jagung Turun, Para Petani Di Lampung Akan Men-Split Lahannya 50 % Untuk Ditanami Padi
Syaifulloh menceritakan bahwa dirinya sempat diskusi di Lampung, disana terdapat salah satu kasus dimana para petani saat melihat harga jagung turun, mereka akan langsung men-split lahannya 50 % untuk ditanami padi. Namun setelah harganya naik kembali, mereka baru menyesal.
Syaifulloh menegaskan bahwa prototipe budaya dan perilaku petani ini harus dikawal bersama-sama. Sebab mereka terbiasa mengikuti alur, yaitu menanam jagung ketika harganya murah dan panen ketika harganya naik secara wajar.
Namun yang terjadi dilapangan justru sebaliknya, mereka baru menanam jagung ketika harganya naik, tapi ketika panen berlimpah harganya terpukul. Hal ini hampir terjadi disemua komoditas.
Karena itu, sudah menjadi tugas bersama untuk mengedukasi perilaku para petani supaya konsisten sehingga tidak mudah berganti produksi dari jagung beralih ke padi. Hal ini akan berdampak pada produksi serta sirkulasi harga yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
- Kemendag Pertimbangkan Membuka Keran Impor Jagung
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mempertimbangkan membuka keran impor jagung untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dalam negeri. Dilakukannya langkah ini untuk menekan harga jagung yang terus membumbung tinggi hingga 30 % sejak akhir tahun 2020.
Syaliendra selaku Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag dalam webinar PATAKA di Jakarta berujar, jika data neraca jagung menunjukkan defisit, maka hal itu harus diantisipasi. Menurut Syailendra, fungsi institusinya hanya sebatas mengeluarkan izin importasi yang diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas lintas kementerian di Kementerian Koordinator Perekonomian.
Namun sebelumnya dilakukan rapat koordinasi teknis terlebih dahulu untuk menghitung kondisi riil produksi jagung dalam negeri sehingga terefleksikan dalam neraca kebutuhan jagung dalam negeri.
Syailendra menegaskan, keputusan akhir apakah perlu atau tidaknya mengimpor jagung untuk kebutuhan pakan ternak tetap memperhatikan dampaknya kepada petani. Syailendra berharap agar industry Gabungan Pengusaha Makan Ternak (GPMT) sejatinya dapat melakukan efisiensi produki sehingga mampu menghasilkan pakan ternak yang bersaing. Dengan begitu, pelaku ternak unggas dapat membeli pakan dengan harga yang lebih rasional.